TirtaIndonesia.com - Tanggal 26 September lalu, peristiwa berdarah di Lumajang cukup mengagetkan publik. Di tengah semangat pemerintah memberantas mafia di berbagai lini, nyatanya seorang petani yang juga aktivis tambang dibantai sadis oleh sekelompok preman di Desa Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Benar-benar keji cara pelaku menghabiskan nyawa petani Salim atau lebih dikenal dengan Salim Kancil. Tak cuma Salim, rekannya Tosan juga dibuat kritis dan hingga kini masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Kematian Salim Kancil rupanya karena suara kerasnya menolak penambangan pasir secara ilegal. Salim dan beberapa rekannya berulang kali menyuarakan penolakan hingga membuat beberapa orang gerah.
Singkat cerita, beberapa hari sebelum pembantaian di depan balai desa itu terjadi, warga sekitar sudah mendengar kabar yang menyebut akan ada pembunuhan di kampung mereka. Pembunuhan itu terkait sikap protes warga yang menolak penambangan pasir.
Sebagai perlindungan, mereka pun sudah melaporkan ancaman yang beredar ke kepolisian. Beberapa hari setelah melapor, rupanya, kabar itu tak sekadar ancaman, sebab Salim-lah yang menjadi korban pembantaian sadis hingga tewas.
Tragedi berdarah itu baru menyita perhatian polisi dan pemerintah setelah terkuak ke publik. Yang sedikit janggal dari kasus ini, bila memang warga melapor ke polisi, kenapa peristiwa ini tetap bisa terjadi?
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono, mengaku beberapa hari sebelum peristiwa keji itu terjadi pihaknya sudah mendapat laporan dari warga soal adanya ancaman pembunuhan terhadap warga dari kelompok tertentu.
Atas laporan itu, lanjut Argo, anak buahnya sudah menindaklanjuti dengan melakukan penelusuran serta menginterogasi warga desa yang bersangkutan. Tapi, kata dia, mereka tidak tahu akan adanya pembantaian pada hari Si Kancil dan Tosan.
"Sebenarnya itu sudah ada respons dari polisi di lokasi. Tapi kejadian itu tidak bisa diantisipasi. Intinya kita punya pilar pilar di bawah, ada pihak polsek juga," jelas Argo saat dihubungi merdeka.com, Selasa (29/9).
Alhasil, kata dia, saat kejadian memang polisi tak satupun di lokasi. "Polisi di kantor polisi. Sekarang sedang mengungkap kenapa pembantaian itu bisa terjadi," sambungnya.(merdeka.com)