TirtaIndonesia - Pelemahan rupiah semakin menjadi-jadi. Dolar AS sudah semakin mendekati level Rp 14.500 per dolar AS menjelang pertemuan Bank Sentral AS yang akan memutuskan kenaikan suku bunga untuk pertama kalinya dalam satu dekade.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore (16/9/2015) bergerak melemah sebesar 42 poin menjadi Rp14.450 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp14.408 per dolar AS.
"Rupiah kembali mengalami tekanan menyusul belum terlihatnya perbaikan ekonomi domestik serta kenaikan suku bunga the Fed yang belum pasti," ujar Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere di Jakarta.
Menurut dia, ekonomi domestik pada semester kedua 2015 tidak akan jauh berbeda dengan periode sebelumnya menyusul kerja pemerintah Indonesia yang masih cenderung lambat.
"Mungkin pada 2016 mendatang, ekonomi Indonesia baru akan mulai tumbuh," katanya.
Dari eksternal, jika suku bunga Amerika Serikat naik pada September ini, diharapkan ada stimulus baru yang dikeluarkan oleh otoritas moneter AS salah satunya dengan kembali meluncurkan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE) untuk menjaga likuiditas pasar.
"Kalau misalnya the Fed menaikan suku bunga dan tidak diikuti dengan QE, akibatnya aset di negara berkembang akan terperosok dalam, karena likuiditasnya mengering di seluruh dunia," katanya.
Pengamat Pasar Uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova mengatakan, faktor utama rupiah kembali mengalami tekanan masih dipicu dari ketidakpastian kenaikan suku bunga the Fed. Diharapkan kepuitusan the Fed tidak seperti pada rapat-rapat sebelumnya yang simpang siur.
"Jika the Fed menaikan suku bunganya maka potensi rupiah melemah ke level Rp15.000 per dolar AS cukup terbuka, namun koreksi itu hanya bersifat sementara karena fundamental ekonomi Indonesia masih prospektif," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (16/9) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp14.442 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp14.371 per dolar AS.(TIrimanews)