Tirtaindonesia.com, Wajo - Semestinya, barang-barang yang
ada di kantor kepolisian, apalagi yang menyangkut barang bukti, sudah dapat
dipastikan keamanannya. Namun yang terjadi di kantor Satuan Lalu Lintas
(Satlantas) kabupaten Wajo justru sebaliknya.
Hal ini terungkap saat seorang guru honor di salah satu
Sekolah Dasar di kecamatan Tempe, Risna Haris (25 tahun), mendatangi kantor
Satlantas Wajo hendak mengambil Surat Izin Mengemudi (SIM) A dan Surat Tanda
Nomor Kendaraan (STNK) miliknya.
Kasus Risna yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas di
jalan Lembu Sengkang bulan Maret 2015 lalu dan sudah ditangani pihak Satlantas
Polres Wajo yang saat itu Kanit Laka dijabat oleh petugas inisial CH, dinyatakan
selesai yang saat itu ditangani oleh petugas inisial AS.
Selama 7 bulan, korban berusaha untuk mengambil kembali SIM
dan STNK miliknya di kantor Lantas Polres Wajo namun tidak pernah membuahkan
hasil. Saling tunjuk antar oknum polisi di Satlantas pun terjadi. Saat korban mendatangi
kantor Lantas, Kamis (8/10), petugas AS yang ditanyai perihal keberadaan barang
bukti (SIM dan STNK milik korban), mengaku tidak tahu menahu perihal keberadaan
barang bukti tersebut. Dia malah mengarahkan korban untuk menemui CH yang saat
ini sudah dipindahkan di bagian Sarana dan Prasarana (Sarpras) Polres Wajo.
Saat ditemui di ruang kerjanya, kepada korban, CH mengatakan
dirinya tidak pernah mengantongi (memegang, red) SIM dan STNK. Padahal menurut
korban, waktu itu petugas CH yang memegang berkasnya lalu menyimpannya di meja
kerjanya.
“Di bagian unit Laka saya ga pernah kantongi kalau yang
kayak begitu (SIM dan STNK, red),” tutur CH. “Tidak pernah saya pegang itu. Di
meja saya tidak pernah ada STNK,” lanjutnya, yang malah mengatakan petugas
inisial MY yang tugas di kantor Sat Lantas Polres Wajo yang memegang
surat-surat tersebut.
Bahkan menurut keterangan CH, dia tidak tahu menahu kalau
petugas AS telah menyelesaikan permasalahan itu. Malah dia mengatakan surat-surat
itu ada di meja AS.
“Saya tidak tahu AS yang sudah selesaikan permasalahannya.
Itu hari saya simpan disitu, disatukan di satu map, setelah itu dibuatkan
Mindiknya (Administrasi Penyidikan, red). Jadi mungkin ada di lacinya AS,” tutur
CH.
Ironisnya, dengan jelas petugas CH menambahkan, “Kalau yang
permasalahannya cuma luka-luka, cuma materil kayak begini, biasanya tercecer,
lupa simpan dimana.” Tentunya statement yang ia dikeluarkan memberikan kesan
bahwa pengurusan administrasi, khususnya kasus Laka Lantas di kantor Satlantas
Polres Wajo masih kurang maksimal.
Kepala Satuan (Kasat) Lantas Polres Wajo, Ajun Komisaris
Polisi (AKP) Abdul Azis saat hendak dikonfirmasi mengenai statement itu sedang
tidak berada di ruangannya.
Kaur Binaan dan Operasi (Bin Op) Satlantas Polres Wajo, Iptu
Saifullah, yang sempat dikonfirmasi sangat menyesalkan adanya petugas yang
mengeluarkan statement seperti itu. “Ga benar itu kalau dia ngomong seperti
itu. Kami ini sangat menghormati korban, meski itu hanya korban materi,”
tuturnya. “Setiap barang bukti kami selalu berusaha menjaganya baik-baik.
Kalaupun ada yang seperti itu (tercecer), kami mohon maaf,” tambahnya.
Akibat dari simpang siurnya penanganan ini, Risna terpaksa
harus selalu izin tidak masuk mengajar hanya untuk bolak balik surat-surat
miliknya. Hingga akhirnya, SIM dan STNK miliknya baru ditemukan pada Senin
(12/10) siang.
“Alhamdulillah, setelah 7 (tujuh) bulan akhirnya ditemukan
juga surat-suratku. Selama 7 bulan ini, saya selalu was-was, apalagi kalau ada
operasi. Saya juga pernah ditilang waktu di Pinrang. Meski saya sudah bilang
yang sebenarnya, polisi disana tidak percaya karena tidak ada tanda bukti yang
bisa saya perlihatkan,” tutur Risna. (fr)