Notification

×

Iklan

Iklan

Most Popular Tags

Hukum Vaksinasi Covid 19 Dalam Pandangan Islam

Senin, 22 Maret 2021 | 23.26 WIB Last Updated 2021-03-22T15:26:47Z
    Share
Program Vaksinasi Covid 19 adalah program pemerintah, yang dilakukan dalam rangka mencegah meluasnya pandemi Covid 19 yang sudah setahun ini melanda dunia, termasuk di Indoensia. Namun persoalan muncul di tengah masyarakat, terkait status hukumnya..

Wajar jika kemudian masyarakat menanyakan hal itu. Soalnya banyak simpang siur kabar atau isu negatif yang beredar yang mengiringi program tersebut. Selain itu ada juga yang menganggap bahwa program ini tidak penting diikuti, karena mereka berkeyakinan bahwa Covid 19 itu sebenarnya tidak ada atau minimal realitanya tidak seseram yang diberitakan di media-media..

Lalu sebenarnya seperti apa dan bagaimanakah statusnya hukum Vaksinasi Covid 19 ini dalam pandangan Islam? Berikut ini kami menjabarkannya secara jelas dan rinci:

Dalam maqhosid syar'iyah, ada beberapa hal yang harus dipelihara yang salah satu diantaranya adalah memelihara jiwa (selain tentunya harta, kehormatan, akal dan keturunan). Dan memelihara jiwa حفظ النفس ini adalah sebuah keharusan bagi kita. Dalam QS. Al-Baqarah : 195 Allah berfirman:

 وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

Artinya : "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."

Dari ayat Al-Qur'an di atas, setidaknya kita bisa menyimpulkan 2 point..

Point Pertama

Vaksinasi merupakan ikhtiar untuk kemaslahatan umum   المصلحة العا مة  dengan berpijak pada prinsip pencegahan atau tindakan preventif. Rosulullah menegaskan: لا ضرا ر ولا ضرا ر

Artinya: "Janganlah menimbulkan kemudlaratan bagi dirinya ataupun melahirkan kemudlaratan bagi orang lain".

Hadits ini dengan tegas menolak kemudlarotan baik bagi dirinya apalagi bagi orang lain. Dan dari prinsip ini pula kemudian melahirkan sebuah kaidah fiqih:

 درء المفاسد مقدم علي جلب المصالح

Artinya: Menolak sesuatu yang mendatangkan kerusakan didahulukan atas sesuatu yang mendatangkan manfa’at.

Akan tetapi persoalan lain muncul kepermukaan terkait halal-haramnya vaksin. Juga efek samping yang mungkin timbul pasca vaksin. Meskipun MUI sudah melakukan kajian dan sudah mengeluarkan fatwa kehalalannya, namun tetap saja kontroversi itu ada..

Oleh karena itu, untuk menghilangkan keraguan terhadap kelompok yang masih mempertanyakan kehalalannya, maka kami disini mengetengahkan ulasan fiqih dan berikut kaidah fiqihnya..

Point Kedua

Ada kaidah fiqih:

المشقة تجلب التيسير


Makna kaidah ini adalah “suatu kesusahan mengharuskan adanya kemudahan”. Artinya suatu hukum yang mengandung kesusahan atau memudharatkan المشقة dalam pelaksanaannya, baik kepada badan, jiwa, ataupun harta seorang mukhallaf, maka segeralah diupayakan dengan diringankannya, sehingga tidak memudharatkan lagi..

Keringanan tersebut dalam fiqih dikenal dengan istilah rukhsah. Sedangkan Al-Taisir secara etimologis berarti kemudahan, seperti di dalam hadits nabi diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan:

إن الد ين يسر

Artinya: “Agama itu mudah, tidak memberatkan” (yusrun lawan dari kata ‘usyrun)

Atau dalam ayat Al-Qur’an juga disebutkan di surat AL-Baqarah ayat 185:

Berandakajian islamiHukum Vaksinasi Covid 19 Dalam Pandangan Islam
Hukum Vaksinasi Covid 19 Dalam Pandangan Islam
Jalil Murtadho


Program Vaksinasi Covid 19 adalah program pemerintah, yang dilakukan dalam rangka mencegah meluasnya pandemi Covid 19 yang sudah setahun ini melanda dunia, termasuk di Indoensia. Namun persoalan muncul di tengah masyarakat, terkait status hukumnya..

Wajar jika kemudian masyarakat menanyakan hal itu. Soalnya banyak simpang siur kabar atau isu negatif yang beredar yang mengiringi program tersebut. Selain itu ada juga yang menganggap bahwa program ini tidak penting diikuti, karena mereka berkeyakinan bahwa Covid 19 itu sebenarnya tidak ada atau minimal realitanya tidak seseram yang diberitakan di media-media..

Lalu sebenarnya seperti apa dan bagaimanakah statusnya hukum Vaksinasi Covid 19 ini dalam pandangan Islam? Berikut ini kami menjabarkannya secara jelas dan rinci:

Dalam maqhosid syar'iyah, ada beberapa hal yang harus dipelihara yang salah satu diantaranya adalah memelihara jiwa (selain tentunya harta, kehormatan, akal dan keturunan). Dan memelihara jiwa حفظ النفس ini adalah sebuah keharusan bagi kita. Dalam QS. Al-Baqarah : 195 Allah berfirman:

 وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

Artinya : "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."

Dari ayat Al-Qur'an di atas, setidaknya kita bisa menyimpulkan 2 point..

Point Pertama

Vaksinasi merupakan ikhtiar untuk kemaslahatan umum   المصلحة العا مة  dengan berpijak pada prinsip pencegahan atau tindakan preventif. Rosulullah menegaskan: لا ضرا ر ولا ضرا ر

Artinya: "Janganlah menimbulkan kemudlaratan bagi dirinya ataupun melahirkan kemudlaratan bagi orang lain".

Hadits ini dengan tegas menolak kemudlarotan baik bagi dirinya apalagi bagi orang lain. Dan dari prinsip ini pula kemudian melahirkan sebuah kaidah fiqih:

 درء المفاسد مقدم علي جلب المصالح

Artinya: Menolak sesuatu yang mendatangkan kerusakan didahulukan atas sesuatu yang mendatangkan manfa’at.

Akan tetapi persoalan lain muncul kepermukaan terkait halal-haramnya vaksin. Juga efek samping yang mungkin timbul pasca vaksin. Meskipun MUI sudah melakukan kajian dan sudah mengeluarkan fatwa kehalalannya, namun tetap saja kontroversi itu ada..

Oleh karena itu, untuk menghilangkan keraguan terhadap kelompok yang masih mempertanyakan kehalalannya, maka kami disini mengetengahkan ulasan fiqih dan berikut kaidah fiqihnya..

Point Kedua

Ada kaidah fiqih:

المشقة تجلب التيسير

Makna kaidah ini adalah “suatu kesusahan mengharuskan adanya kemudahan”. Artinya suatu hukum yang mengandung kesusahan atau memudharatkan المشقة dalam pelaksanaannya, baik kepada badan, jiwa, ataupun harta seorang mukhallaf, maka segeralah diupayakan dengan diringankannya, sehingga tidak memudharatkan lagi..

Keringanan tersebut dalam fiqih dikenal dengan istilah rukhsah. Sedangkan Al-Taisir secara etimologis berarti kemudahan, seperti di dalam hadits nabi diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan:

إن الد ين يسر

Artinya: “Agama itu mudah, tidak memberatkan” (yusrun lawan dari kata ‘usyrun)

Atau dalam ayat Al-Qur’an juga disebutkan di surat AL-Baqarah ayat 185:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.

Sementara itu ada juga hadits riwayat lain dari Abu Hurairah yang semakna dengannya, yang diriwayatkan oleh HR. Bukhari:

الدّينُ يُسرٌ اَحَبُّ الدِّ ينُ اِلَى اللهِ الحَنِيفِيَّةُ السَّمْعَةُ

Artinya: “Agama itu memudahkan, agama yang disenangi oleh Allah SWT adalah agama yang benar dan mudah.”

Sedangkan menurut Prof. H. A. Djazuli dalam bukunya yang berjudul Kaidah-kaidah Fikih, terdapat tiga karakter masyaqqah:
  1. Al-Masyaqqah al-‘Azimmah (kesulitan yang sangat berat), seperti kekhawatiran akan hilangnya jiwa dan/atau rusaknya anggota badan.
  2. Al-Masyaqqah al-Mutawasithah (kesulitan yang pertengahan, tidak sangat berat juga tidak sangat ringan). Masyaqqah ini harus dipertimbangkan, apabila lebih dekat kepada masyaqqah yang sangat berat, maka ada kemudahan dan apabila lebih dekat kepada masyaqqah yang ringan maka tidak ada kemudahan di situ.
  3. Al-Masyaqqah al-Khafifah (kesulitan yang ringan), seperti terasa lapar waktu puasa, terasa capek pada waktu wukuf dan sebagainya. Dalam hal ini ibadah lebih diutamakan daripada masyaqqah yang ringan.

Sebagai catatan penutup, ada 2 kasus yang pernah terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW, yang mungkin bisa jadi landasan hukum dalam program vaksinasi ini:
  1. Abdurrahman bin Auf pernah terserang penyakit kulit. Untuk sebuah pencegahan, Abdurrahman bin Auf terpaksa menggunakan kain sutra padahal sudah mafhum bahwa kain sutra adalah haram dipakai laki-laki. Akan tetapi untuk sebuah kemudlaratan Rosulullah tidak melarang penggunaan sutra sebagai terapi.
  2. Ada sejumlah orang dari suku Ukl dan Uranah yang datang menemui Nabi Muhammad SAW. Namun mereka mengalami sakit karena tidak bisa beradaptasi dengan (cuaca) di Madinah. Lalu Rasulullah pun memerintahkan mereka untuk mendatangi kandang unta, dan menyuruh mereka untuk minum air kencing dan susunya. Dan mereka pun lalu melakukan saran itu, hingga akhirnya mereka sehat. (HR. Bukhari 1501 & Muslim 4447)

Demikian ilmu yang bisa kami bagikan pada hari ini. Semoga bisa bermanfaat dan mohon maaf, apabila ada kesalahan atau kekeliruan informasi yang kami sampaikan pada postingan ini..