Notification

×

Iklan

Iklan

Most Popular Tags

Kredit Macet Tinggi, Bank Enggan Beri Kredit ke Sektor Maritim

Selasa, 10 Februari 2015 | 18.28 WIB Last Updated 2015-02-10T10:28:24Z
    Share
Kredit Macet Tinggi, Bank Enggan Beri Kredit ke Sektor Maritim
Jakarta -Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingginya rasio kredit bermasalah atau kredit macet (Non Performing Loan/NPL) di sektor maritim, yang mencapai 11%. Kondisi ini menyebabkan bank enggan mengucurkan kreditnya ke sektor maritim.

Demikian disampaikan Deputi Komisioner Bidang Perbankan OJK Irwan Lubis saat acara diskusi panel 'Menggali Potensi Kredit Sektor Maritim,' di kantor Kementerian Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (10/2/2015).

"NPL sektor kelautan dan perikanan masih tinggi, sampai double digit, sekitar 11%," sebutnya.

Irwan menyebutkan, dari total kredit perbankan di Indonesia hingga 2014 mencapai Rp 3.600 triliun. Dari jumlah itu, penyaluran kredit sektor kemaritiman hanya 2,36%.

Melalui Rencana Bisnis Bank (RBB) 2015, kata Irwan, OJK mengarahkan sedikitnya 22 bank bermodal besar dari total 116 perbankan yang ada di Indonesia untuk mendorong pertumbuhan kredit sektor kemaritiman.

"Memang pangsa ini sangat kecil bagi bank untuk masuk, tetapi kami mengarahkan bank-bank itu untuk fokus ke UKM, di sektor maritim," ungkapnya.

Lebih jauh Irwan menjelaskan, masih minimnya perbankan menyalurkan ke sektor maritim juga disebabkan Sumber Daya Manusia (SDM) Account Officer (AO) perbankan tidak menguasai sektor kemaritiman.
"Jadi karena SDM juga, AO perbankan tidak menguasai, karena kan kebanyakan pendidikannya keuangan atau akuntansi, jadi tidak paham, tidak bisa melihat mana yang potensial, mana yang tidak," jelas dia.

Melihat kondisi itu, Irwan mendorong perbankan nasional untuk merekrut orang-orang yang memiliki pengetahuan secara luas di industri kemaritiman sehingga permasalahan dapat diatasi.

Tahun ini, Irwan menyebutkan, OJK mendorong perbankan memperbesar penyaluran kredit sektor kemaritiman naik 50%, dari pencapaian di 2014 sebesar Rp 85 triliun.

"Kita harapkan tumbuh 50%. Ini sudah jauh lebih tinggi dari target secara industri yang 16%," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) atau
Asosiasi Perusahaan Pelayaran Indonesia Carmelita Hartoto menambahkan, potensi pembiayaan di bidang kemaritiman khususnya di sektor angkutan laut dalam negeri maupun luar negeri serta angkutan offshore (penunjang operasi lepas pantai) bagi kegiatan minyak dan gas masih sangat besar.

"Diperlukan dukungan yang lebih besar dari pemerintah maupun lembaga keuangan atau perbankan untuk mendorong pembiayaan di bidang pelayaran untuk memperkuat ekonomi nasional berbasis maritim," tegasnya.

Carmelita menyebutkan, potensi dari sisi angkutan luar negeri, Indonesia kehilangan potensi penerimaan negara dan ekonomi sebesar Rp 120 triliun per tahun dari sektor angkutan ekspor-impor yang hingga kini masih dikuasai kapal-kapal luar negeri.

"Potensi loss Rp 120 triliun per tahun," katanya.

Sementara potensi pembiayaan dari proyek negara, kebutuhan investasinya mencapai Rp 57,310 triliun.

"Ini untuk pengadaan 37 kapal petikemas 3.000 TEUs, 46 kapal petikemas 1.000 TEUs, 500 unit kapal pelayaran rakyat, dan 26 unit kapal perintis 260 TEUs," tandasnya.