Notification

×

Iklan

Iklan

Most Popular Tags

IRONIS, PENDIDIKAN DI INDONESIA DINILAI HANYA SEBAGAI LAHAN PROYEK KATA PENGAMAT

Kamis, 19 Maret 2015 | 22.45 WIB Last Updated 2015-04-06T14:56:50Z
    Share
Ironis, miris, dan gawat darurat itulah kata-kata yang sering diungkapkan dan ditujukan untuk pendidikan di Indonesia.
Pelayanan pendidikan yang masih jauh dari kata sempurna, fasilitas pendidikan yang masih ada yang belum layak, kualitias guru yang masih harus ditingkatkan dan masalah Kurikulum yang sering bermasalah dan berganti-ganti, ini semua merupakan bukti ketidakberhasilan sistem pendidikan di tanah air.
Sebagimana berita yang admin kutip dari merdeka.com bahwa Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Teguh Juwarno mengkritik sistem pendidikan di Indonesia. Menurutnya, sistem pendidikan sekarang masih membuat bingung para pengajar. Penyebabnya adalah karena ketidakjelasan kurikulum.

Dia mengaku telah melakukan cek di lapangan terkait pelaksanaan kurikulum 2013. Banyak guru yang bingung dalam pelaksanaan kurikulum 2013.

“Saya survei seluruh wilayah tempat tinggal saya saja, ternyata masih banyak guru yang enggak bisa mengajar dengan metode tematik integratif. Ketika disuruh mengajar matematik, metodenya ya membingungkan bagi murid,” kata Teguh saat ditemui usai acara diskusi dengan tema “Mencari Kurikulum yang Maksimum” di Menteng Jakarta, Sabtu (13/12).

Sementara pengamat dari Populi Center, Nico Harjanto menyoroti anggaran besar dalam pendidikan di Indonesia. Dengan anggaran besar, Indonesia masih bingung soal sistem pendidikan.

Menurutnya, sangat ironis di tengah negara lain sudah saling berkompetisi mempersiapkan SDM manusia yang terdidik dengan sangat baik, sementara Indonesia baru akan mencari sistem pendidikan yang pas bagi pengembangan SDM-nya.

“Jangan sampai masalah pendidikan ini dijadikan sekadar alat ukur untuk melihat hal-hal sekadar serapan anggaran, apalagi sampai dijadikan lahan proyek bagi semua-semua program di dalamnya. Masalah pendidikan ini, jika dikomparasikan dengan negara lain di mana mereka sudah bersaing dari segi metode pengajarannya, sementara kita baru mau membuat kurikulum yang sesuai. Itu kan jelas tertinggal,” kata Nico. (sumber : merdeka.com)