Menanggapi
banyaknya pertanyaan tentang perceraian, berikut beberapa kaidah penting
terkait cerai ketika marah:
Pertama, Hindari Perceraian Semaksimal
Mungkin
Mengapa perlu dihindari? Karena perceraian adalah bagian dari program besar iblis. Raja setan ini sangat bangga dan senang ketika ada cecunguknya yang mampu memisahkan antara suami-istri. Disebutkan dalam hadis dari Jabir, Nabi ‘alaihis shalatu was salam bersabda,
Mengapa perlu dihindari? Karena perceraian adalah bagian dari program besar iblis. Raja setan ini sangat bangga dan senang ketika ada cecunguknya yang mampu memisahkan antara suami-istri. Disebutkan dalam hadis dari Jabir, Nabi ‘alaihis shalatu was salam bersabda,
إن إبليس يضع
عرشه على الماء ثم يبعث سراياه فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة يجئ أحدهم فيقول
فعلت كذا وكذا فيقول ما صنعت شيئا قال ثم يجئ أحدهم فيقول ما تركته حتى فرقت بينه
وبين امرأته قال فيدنيه منه ويقول نعم أنت
“Sesungguhnya
iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan
yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara
mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’ Iblis berkomentar,
‘Kamu belum melakukan apa-apa.’ Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda
seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah (talak)
dengan istrinya.’ Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan
berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.’” (HR. Muslim, no.2813).
Al-A’masy
mengatakan, “Aku menyangka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Iblis merangkul setan itu’.”
Imam al-Munawi mengatakan, “Sesungguhnya hadis ini merupakan peringatan keras, tentang buruknya perceraian. Karena perceraian merupakan cita-cita terbesar makhluk terlaknat, yaitu Iblis. Dengan perceraian akan ada dampak buruk yang sangat banyak, seperti terputusnya keturunan, peluang besar bagi manusia untuk terjerumus ke dalam zina, yang merupakan dosa yang sangat besar kerusakannya dan menjadi skandal terbanyak.” (Faidhul Qadir, 2:408).
Imam al-Munawi mengatakan, “Sesungguhnya hadis ini merupakan peringatan keras, tentang buruknya perceraian. Karena perceraian merupakan cita-cita terbesar makhluk terlaknat, yaitu Iblis. Dengan perceraian akan ada dampak buruk yang sangat banyak, seperti terputusnya keturunan, peluang besar bagi manusia untuk terjerumus ke dalam zina, yang merupakan dosa yang sangat besar kerusakannya dan menjadi skandal terbanyak.” (Faidhul Qadir, 2:408).
Memang pada
dasarnya, talak adalah perbuatan yang dihalalkan. Akan tetapi, perbuatan ini
disenangi iblis karena perceraian memberikan dampak buruk yang besar bagi
kehidupan manusia. Betapa banyak anak yang terlantar, tidak merasakan
pendidikan yang layak, gara-gara broken home. Bisa jadi, anak-anak
korban perceraian itu akan disiapkan iblis untuk menjadi bala tentaranya.
Lebih dari itu, salah satu dampak negatif sihir yang disebutkan oleh Allah dalam Alquran adalah memisahkan antara suami dan istri. Allah berfirman,
Lebih dari itu, salah satu dampak negatif sihir yang disebutkan oleh Allah dalam Alquran adalah memisahkan antara suami dan istri. Allah berfirman,
فَيَتَعَلَّمُونَ
مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِه
“Mereka
belajar dari keduanya (Harut dan Marut) ilmu sihir yang bisa digunakan untuk
memisahkan seseorang dengan istrinya.” (QS. Al-Baqarah:102)
Sekali lagi,
jangan sampai kita mengabulkan keinginan dan harapan iblis. Pikirkan ulang, dan
ingat masa depan anak-anak dan nilai keluarga Anda di mata masyarakat.
Kedua, Marah Ada Tiga Bentuk
Pembaca yang budiman, untuk menilai keabsahan perceraian ketika marah, terlebih dahulu perlu kita pahami tentang macam-macam marah, sebagaimana yang dijelaskan para ulama. Ibnul Qayim menulis buku khusus tentang cerai ketika marah, judulnya: Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban. Beliau menjelaskan bahwa marah ada tiga macam:
Seseorang masih bisa merasakan kesadaran akalnya, dan marahnya tidak sampai menutupi pikirannya. Dia sadar dengan apa yang dia ucapkan dan sadar dengan keinginannya. Marah dalam kondisi ini tidaklah mempengaruhi keabsahan ucapan seseorang. Artinya, apapun yang dia ucapkan tetap dinilai dan teranggap. Baik dalam urusan keluarga, jual beli, atau janji, dst.
Pembaca yang budiman, untuk menilai keabsahan perceraian ketika marah, terlebih dahulu perlu kita pahami tentang macam-macam marah, sebagaimana yang dijelaskan para ulama. Ibnul Qayim menulis buku khusus tentang cerai ketika marah, judulnya: Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban. Beliau menjelaskan bahwa marah ada tiga macam:
Seseorang masih bisa merasakan kesadaran akalnya, dan marahnya tidak sampai menutupi pikirannya. Dia sadar dengan apa yang dia ucapkan dan sadar dengan keinginannya. Marah dalam kondisi ini tidaklah mempengaruhi keabsahan ucapan seseorang. Artinya, apapun yang dia ucapkan tetap dinilai dan teranggap. Baik dalam urusan keluarga, jual beli, atau janji, dst.
Marah yang
memuncak, sehingga menutupi pikiran seseorang dan kesadarannya. Dia tidak sadar
dengan apa yang dia ucapkan atau yang dia inginkan. Layaknya orang yang gila,
hilang akal, kemudian ngamuk-ngamuk. Marah pada level ini, ulama sepakat bahwa
semua ucapannya tidak teranggap dan tidak diterima. Baik dalam urusan muamalah,
nikah, sumpah, janji, dst.. Karena ucapan seseorang ternilai sah menurut
syariat, jika orang yang mengucapkannya sadar dengan apa yang dia ucapkan.
Marah yang
tingkatannya pertangahan dari dua level di atas. Akal dan pikirannya tertutupi,
namun tidak sampai total. Layaknya orang stres yang teriak-teriak, lupa
daratan. Tidak sebagaimana level sebelumnya. Untuk marah dalam kondisi ini,
statusnya diperselisihkan ulama. Ada yang mengatakan ucapannya diterima dan ada
yang menilai tidak sah. Kemudian Ibnul Qayim menegaskan, “Dalil-dalil syariat
menunjukkan (marah dalam kondisi ini)tidak sah talaknya, akadnya, ucapannya
membebaskan budak, dan semua pernyataan yang membutuhkan kesadaran dan pilihan.
Dan ini termasuk salah satu bentuk ighlaq (tertutupnya akal),
sebagaimana keterangan para ulama.
(Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban, Hal. 39)
(Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban, Hal. 39)
Ketiga, Kalimat ‘cerai’ Ada Dua
Sebelum melanjutkan pembahasan lebih jauh, kita perlu memahami bahwa kalimat cerai dan turunanya ada dua: lafadz sharih (tegas) dan lafadz kinayah (tidak tegas). Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunah menjelaskan:
Lafadz talak bisa dalam bentuk kalimat sharih (tegas) dan bisa dalam bentuk kinayah (tidak tegas).
a. Lafadz talak sharih adalah lafadz talak yang sudah bisa dipahami maknanya dari ucapan yang disampaikan pelaku. Atau dengan kata lain, lafadz talak yang sharih adalah lafadz talak yang tidak bisa dipahami maknanya kecuali perceraian. Misalnya: Kamu saya talak, kamu saya cerai, kamu saya pisah selamanya, kita bubar…, aku lepaskan kamu, dan semua kalimat turunannya yang tidak memiliki makna lain selain cerai dan pisah selamanya.
Imam as-Syafi’i mengatakan, “Lafadz talak yang sharih intinya ada tiga: talak (arab: الطلاق), pisah (arab: الفراق), dan lepas (arab: السراح). Dan tiga lafadz ini yg disebutkan dalam Alquran.” (Fiqh Sunah, 2:253).
b. Lafadz talak kinayah (tidak tegas) adalah lafadz yang mengandung kemungkinan makna talak dan selain talak. Misalnya pulanglah ke orang tuamu, keluar sana.., jangan pulang sekalian..,
Sebelum melanjutkan pembahasan lebih jauh, kita perlu memahami bahwa kalimat cerai dan turunanya ada dua: lafadz sharih (tegas) dan lafadz kinayah (tidak tegas). Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunah menjelaskan:
Lafadz talak bisa dalam bentuk kalimat sharih (tegas) dan bisa dalam bentuk kinayah (tidak tegas).
a. Lafadz talak sharih adalah lafadz talak yang sudah bisa dipahami maknanya dari ucapan yang disampaikan pelaku. Atau dengan kata lain, lafadz talak yang sharih adalah lafadz talak yang tidak bisa dipahami maknanya kecuali perceraian. Misalnya: Kamu saya talak, kamu saya cerai, kamu saya pisah selamanya, kita bubar…, aku lepaskan kamu, dan semua kalimat turunannya yang tidak memiliki makna lain selain cerai dan pisah selamanya.
Imam as-Syafi’i mengatakan, “Lafadz talak yang sharih intinya ada tiga: talak (arab: الطلاق), pisah (arab: الفراق), dan lepas (arab: السراح). Dan tiga lafadz ini yg disebutkan dalam Alquran.” (Fiqh Sunah, 2:253).
b. Lafadz talak kinayah (tidak tegas) adalah lafadz yang mengandung kemungkinan makna talak dan selain talak. Misalnya pulanglah ke orang tuamu, keluar sana.., jangan pulang sekalian..,
Cerai dengan
lafadz tegas hukumnya sah, meskipun pelakunya tidak meniatkannya. Sayid Sabiq
mengatakan, “Kalimat talak yang tegas statusnya sah tanpa melihat niat yang
menjelaskan apa keinginan pelaku. Mengingat makna kalimat itu sangat terang dan
jelas.” (Fiqh Sunah, 2:254)
Hal yang sama juga ditegaskan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah (Ensiklopedi Fiqh),
Hal yang sama juga ditegaskan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah (Ensiklopedi Fiqh),
واتفقوا على
أن الصريح يقع به الطلاق بغير نية
“Para ulama
sepakat bahwa talak dengan lafadz sharih (tegas) statusnya sah, tanpa
melihat niat (pelaku)” (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 29:26)
Sementara
itu, cerai dengan lafadz tidak tegas (kinayah), dihukumi dengan melihat
niat pelaku. Jika pelaku melontarkan kalimat itu untuk menceraikan istrinya,
maka status perceraiannya sah. Bahkan sebagian ulama hanafiyah dan hambali
menilai bahwa cerai dengan lafadz tidak tegas bisa dihukumi sah dengan melihat
salah satu dari dua hal; niat pelaku atau qarinah (indikator). Sehingga
terkadang talak dengan kalimat kinayah dihukumi sah dengan melihat
indikatornya, tanpa harus melilhat niat pelaku.
Misalnya, seorang
melontarkan kalimat talak kinayah dalam kondisi sangat marah kepada
istrinya. Keadaan ‘benci istri’ kemudian mengucapkan kalimat tersebut,
menunjukkan bahwa dia ingin berpisah dengan istrinya. Sehingga dia dinilai
telah menceraikan istrinya, tanpa harus dikembalikan ke niat pelaku.
Akan tetapi,
pendapat yang lebih kuat, semata qarinah (indikator) tidak bisa jadi
landasan. Sehingga harus dikembalikan kepada niat pelaku. Ini merupakan
pendapat Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, sebagaimana keterangan beliau
di Asy-Syarhu al-Mumthi’ 11:9.
Kemudian
terkait masalah ini, ada satu ucapan yang sama sekali tidak mengandung makna
talak sedikit pun. Baik secara tegas maupun kiasan. Untuk kalimat semacam ini
sama sekali tidak dinilai sebagai talak, apapun niatnya. Misalnya mengumpat
istrinya, atau menjelekkannya, dst. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan, “Jika
kalimat yang dilontarkan sama sekali tidak mengandung kemungkinan makna talak,
maka status talak tidak jatuh (baca: tidak sah), meskipun pelaku berniat untuk
menceraikannya ketika dia mengucapkan kalimat tersebut. Misalnya, seseorang
mengatakan, ‘Kamu pendek.., kamu ketinggian..’, dan orang ini menyatakan, ‘Saya
berniat untuk menceraikannya.’ Yang demikian hukumnya tidak jatuh talaknya.
Karena kalimat semacam ini sama sekali tidak mengandung makna talak. (Asy-Syarhu
al-Mumthi’, 13:66)
Keempat, Cerai Ketika Marah
Terdapat sebuah hadis, dari A’isyah radhiallahu’anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Terdapat sebuah hadis, dari A’isyah radhiallahu’anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا طلاق ولا
عتاق في إغلاق
“Tidak
ada talak dan tidak dianggap kalimat membebaskan budak, ketika ighlaq.”
(HR. Ahmad, no.26403, Ibnu Majah, no.2046, Hakim, dan dihasankan Al-Albani)
Makna kata: ighlaq : terdesak. Karena orang yang terdesak kondisinya mughlaq (tertutup), sehingga gerakannya sangat terbatas. (An-Nihayah fi gharib al-atsar, 3:716)
Ada juga sekelompok ulama yang memaknai ighlaq dengan marah. Dalam arti marah yang sanngat hebat, sehingga kemarahannya menghalangi kedasarannya, sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Makna kata: ighlaq : terdesak. Karena orang yang terdesak kondisinya mughlaq (tertutup), sehingga gerakannya sangat terbatas. (An-Nihayah fi gharib al-atsar, 3:716)
Ada juga sekelompok ulama yang memaknai ighlaq dengan marah. Dalam arti marah yang sanngat hebat, sehingga kemarahannya menghalangi kedasarannya, sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Berdasarkan
hadis ini, ulama menjelaskan bahwa bahwa talak dalam kondisi marah besar,
sampai menutupi akal, hukumnya tidak sah. Nah.., dari keterangan macam-macam
marah, Imam Ibnul Qayim menjelaskan bahwa talak hukumnya jika marahnya baru
pada level pertama, yaitu marah yang masih bisa merasakan kesadaran akalnya,
dan marahnya tidak sampai menutupi pikirannya. Dia sadar dengan apa yang dia
ucapkan dan sadar dengan keinginannya.
Sementara
talak yang dijatuhkan pada saat marah di level kedua dan ketiga, talaknya tidak
jatuh. Untuk marah yang sudah memuncak, sebagaian ulama menegaskan bahwa semua
kaum muslimin sepakat talak yang dijatuhkan tidak sah. Syaikh Ibnu Utsaimin
mengatakan, “Marah yang sampai pada batas, dimana dia tidak sadar dengan apa
yang dia ucapkan, bahkan sampai pingsan, dalam kondisi ini talak tidak sah
dengan kesepakatan ulama. Karena orang ini tidak sadar dengan apa yang dia
ucapkan.” (Asy-Syarhul Mumti’, 13:28)
Karena itu,
jangan Anda beralasan, ‘Saya talak istri saya ketika marah, jadi gak sah’.
Alasan semacam ini bisa jadi tidak diterima. Karena selama Anda masih sadar
ketika mengucapkan kata-kata cerai pada istri, maka talak statusnya sah,
meskipun Anda lontarkan hal itu dalam keadaan marah.
Kelima, Cerai Tetap Sah Walaupun Anda
Tidak Berniat Cerai
Bagian ini sebenarnya mengulang dari keterangan di atas. Namun mengingat banyak orang bersih kukuh untuk menolak talak yang disampaikan dengan kalimat tegas ketika marah maka perlu untuk kami sendirikan dengan rinci. Hampir semua lelaki yang menyesali talaknya ketika marah, mereka beralasan, saya sama sekali tidak berniat mentalak istri saya, saya sama sekali tidak bermaksud demikian, saya cuma ngancam, saya cuma main-main, dan seabreg alasan lainnya. Apapun itu, jika Anda dengan tegas menyampaikan kalimat talak, maka status cerai Anda sah, meskipun Anda sama sekali tidak berniat talak.
Bagian ini sebenarnya mengulang dari keterangan di atas. Namun mengingat banyak orang bersih kukuh untuk menolak talak yang disampaikan dengan kalimat tegas ketika marah maka perlu untuk kami sendirikan dengan rinci. Hampir semua lelaki yang menyesali talaknya ketika marah, mereka beralasan, saya sama sekali tidak berniat mentalak istri saya, saya sama sekali tidak bermaksud demikian, saya cuma ngancam, saya cuma main-main, dan seabreg alasan lainnya. Apapun itu, jika Anda dengan tegas menyampaikan kalimat talak, maka status cerai Anda sah, meskipun Anda sama sekali tidak berniat talak.
Dalilnya,
hadis dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ثلاث جدهن جد
وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة
“Ada tiga
hal, seriusnya dinilai serius, main-mainnya dinilai serius: Nikah, talak, dan
rujuk.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan dihasankan Al-Albani)
Artinya,
untuk tiga akad tersebut: nikah, talak, dan rujuk, walaupun dilakukan dengan
main-main, statusnya tetap sah, jika syaratnya terpenuhi.
Karena itu, hati-hati dengan kalimat talak yang sharih (tegas), yang tidak mengandung kemungkinan selain makna talak. Perhatikan kutipan penjelasan di atas:
Sayid Sabiq mengatakan, “Kalimat talak yang tegas statusnya sah tanpa melihat niat yang menjelaskan apa keinginan pelaku. Mengingat makna kalimat itu sangat terang dan jelas.” (Fiqh Sunah, 2:254)
Meskipun Anda main-main, tidak serius, cuma ngancam, atau intinya tidak bermaksud setitik pun, ingat semua alasan ini tidak bisa diterima. Alasan semacam ini bisa diterima, jika kalimat talak yang disampaikan tidak tegas (kinayah).
Karena itu, hati-hati dengan kalimat talak yang sharih (tegas), yang tidak mengandung kemungkinan selain makna talak. Perhatikan kutipan penjelasan di atas:
Sayid Sabiq mengatakan, “Kalimat talak yang tegas statusnya sah tanpa melihat niat yang menjelaskan apa keinginan pelaku. Mengingat makna kalimat itu sangat terang dan jelas.” (Fiqh Sunah, 2:254)
Meskipun Anda main-main, tidak serius, cuma ngancam, atau intinya tidak bermaksud setitik pun, ingat semua alasan ini tidak bisa diterima. Alasan semacam ini bisa diterima, jika kalimat talak yang disampaikan tidak tegas (kinayah).
Keenam, cerai adalah akad lazim yang tidak
bisa dibatalkan
Bagian ini akan menjelaskan bahwa talak adalah akad yang mengikat (lazim) dan tidak bisa dicabut. Sebelumnya perlu kita pahami pembagian akad ditinjau dari konsekwensinya, ada dua:
Akad lazim, adalah akad yang mengikat semua pihak yang terlibat, sehingga masing-masing pihak tidak punya hak untuk membatalkan akad. Artinya, begitu kalimat itu diucapkan maka statusnya sah, dan tidak boleh dicabut
Contoh: akad jual-beli, sewa-menyewa, nikah, talak dan semacamnya.
Bagian ini akan menjelaskan bahwa talak adalah akad yang mengikat (lazim) dan tidak bisa dicabut. Sebelumnya perlu kita pahami pembagian akad ditinjau dari konsekwensinya, ada dua:
Akad lazim, adalah akad yang mengikat semua pihak yang terlibat, sehingga masing-masing pihak tidak punya hak untuk membatalkan akad. Artinya, begitu kalimat itu diucapkan maka statusnya sah, dan tidak boleh dicabut
Contoh: akad jual-beli, sewa-menyewa, nikah, talak dan semacamnya.
Akad jaiz atau akad ghairu lazim,
adalah akad yang tidak mengikat. Artinya salah satu pihak boleh membatalkan
akad tanpa persetujuan rekannya.
Contoh: akad pinjam-meminjam, wadi`ah, mewakilkan, dll.
(Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 30:230)
Contoh: akad pinjam-meminjam, wadi`ah, mewakilkan, dll.
(Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 30:230)
Ketujuh, hindari kalimat-kalimat bermakna
cerai ketika marah
Kami sangat yakin, ketika Anda marah, Anda ingin mengungkapkan semua isi hati Anda. Apalagi ketika ditunggangi perasaan benci kepada istri. Bayangan ‘sayang-sayang’ di waktu Anda berkenalan dengan calon istri Anda seolah pudar tanpa tersisa sedikit pun.
Kami sangat yakin, ketika Anda marah, Anda ingin mengungkapkan semua isi hati Anda. Apalagi ketika ditunggangi perasaan benci kepada istri. Bayangan ‘sayang-sayang’ di waktu Anda berkenalan dengan calon istri Anda seolah pudar tanpa tersisa sedikit pun.
Islam tidak
melarang Anda meluapkan perasaan Anda dan ledakan hati Anda. Tapi Islam
mengatur dan mengarahkan kepada sikap yang benar. Namun sungguh sangat
disayangkan, betapa banyak orang yang kurang menyadari.
Tidak ada yang bisa kami nasihatkan, selain HINDARI semaksimal mungkin kalimat yang secara tegas menunjukkan makna talak. Dengan bahasa yang lebih tegas, hindari kalimat talak sharih sebisa mungkin. Ini jika Anda masih ingin bersama keluarga Anda.
Tidak ada yang bisa kami nasihatkan, selain HINDARI semaksimal mungkin kalimat yang secara tegas menunjukkan makna talak. Dengan bahasa yang lebih tegas, hindari kalimat talak sharih sebisa mungkin. Ini jika Anda masih ingin bersama keluarga Anda.
Kedelapan, Jadilah Keluarga yang Tidak
Gegabah
Dari A’isyah radhiallahu’anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari A’isyah radhiallahu’anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ماكان الرفق
في شيء إلا زانه ولانزع من شيء إلا شانه
“Tidaklah
kelembutan menyertai sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah
kelembutan itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan semakin memperburuk-nya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Jadilah keluarga yang tidak gegabah, mudah emosi, mudah meluapkan kemarahan, tidak perhitungan. Yang laki-laki punya penyakit suka ngomel: cerai, talak, kita pisah, nikah sama lelaki lain sana…, bubar..bubar…, aku lepaskan kamu, besok kuurus surat cerai.., aku ikhlaskan kamu karena itu pilihanmu, aku thalaq, aku thalaq.., aku cerai tiga…,
Tapi begitu redam, ingin merasakan dekapan istrinya, dia menyesal…, dia ingkari dan ingkari… tidak, sama sekali saya tidak bermaksud menjatuhkan talak… Allahu akbar!…, inilah potret suami yang kesadarannya kurang, jika tidak ingin dibilang akalnya kurang.
Tidak kalah
dengan itu, yang perempuan sukanya minta cerai.., dikit-dikit minta cerai,
ceraikan aku.., talak saja aku.., aku ingin cerai….!! ini tidak kalah parahnya.
Sungguh potret wanita kurang….
Sabar…Sabar…Sabar… tahan lidah…
Sabar…Sabar…Sabar… tahan lidah…
Allahu a’lam
Ditulis oleh
Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com