![]() |
| Muhammad Hatta (K.a PERSAKMI) Maros |
Tirtaindonesia Maros, melaporkan pertemuan bulanan Persatuan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) Cab.Maros pada tanggal 27 Februari 2015 di Aula Puskesmas Turikale.
Salah satu yang menjadi agenda adalah surat tanda registrasi (STR) anggota dan Konsep mutasi serta Jabatan struktural Kepala Puskesmas.
Menurut “Muh.Hatta” Ketua PERSAKMI Cab.Maros mengatakan bahwa konsep mutasi yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap dokter, farmasi, dan tenaga laboran yang berakhir dengan rotasi pegawai sangat bertentangan dengan Surat Kementerian Kesehatan RI KP.04.05.2.2. 1020 tanggal 23 November 2012 tentang redistribusi/pemindahan atau mutasi pegawai dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis jabatan dan analisis beban kerja. Sementara issu tentang Pengangkatan jabatan struktural Kepala Puskesmas perawatan harus dengan latar belakang pendidikan dokter, sangat bertentangan dengan Kepmenkes 75 tahun 2014 pasal 33 ayat 1 bahwa kepala puskesmas adalah tenaga kesehatan dengan kriteria memiliki pendidikan minimal sarja dengan kompetensi manajemen kesehatan masyarakat, masa kerja dipuskesmas minimal 2 tahun dan telah mengikuti pelatihan manajemen puskesmas.
Perlu saya luruskan kata Hatta, bahwa kesehatan masyarakat menurut Winslow adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga kesehatannya.
Lanjut Hatta, justru sebaliknya dokter lebih banyak dimaksimalkan pada pelayanan kurative dan rehabilitative tanpa mengabaikan promotif dan preventif dalam artian bahwa jika memungkinkan tidak ada lagi dokter menjadi kepala puskesmas, apalagi dengan kegiatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang memaksakan tenaga kesehatan bekerja berdasarkan profesinya masing-masing, khususnya dokter. (Ilo)


